• RSS
  • Facebook
  • Twitter
Comments




Demo buruh kembali terjadi di Indonesia. Aksi ini terjadi di 35 kabupaten/kota, di 12 provinsi. Dalam aksinya, para buruh menuntut agar Pemerintah meloloskan rencana mereka atas penghapusan sistem lepas daya (outsourching), perbaikan tingkat upah, dan pemberian jaminan sosial kesehatan yang akan dimulai pada tahun 2014.





Aksi ini merupakan aksi atas tuntutan kesejahteraan yang belum mereka dapatkan hinggga saat ini. Taraf kehidupan para buruh masih jauh di atas rata-rata. Sehingga wajar apabila para buruh dalam setiap aksinya menuntut kesejahteraan.

Rendahnya kesejahteraan ini tampak pada rendahnya upah yang mereka dapatkan. Upah minimum tertinggi di DKI saja untuk tahun 2012 sebesar Rp 1.529.130. Apabila dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya di seluruh Indonesia tentu akan jauh lebih kecil daripada Jakarta.

Dengan upah sebesar itu, mereka dituntut untuk pintar-pintar bersiasat guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin hari semakin meningkat.


Biaya pendidikan anak, kesehatan, serta kebutuhan hidup lainnya. Tentu akan semakin membebani dan semakin tersedot penghasilan yang mereka dapatkan ketika mereka harus mengeluarkan biaya transportasi untuk ongkos mereka bekerja.

Paradoks negeriku

Negeri ini luar biasa kayanya. Namun, kesejahteraan tak kunjung dirasakan. Kita lihat produk domestik bruto (PDB) 2011 sudah mencapai sekitar 7.500 triliun. BPS sendiri menyatakan, pendapatan per kapita tahun 2011 mencapai Rp 30,8 juta.

Itu artinya rata-rata pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai Rp 2,56 juta per bulan. Ironi, realita di lapangan jauh berbanding terbalik dengan angka statistik itu.

Nyatanya, dari 37 juta para pekerja, upah yang mereka dapatkan paling tinggi sebesar 1,5 juta rupiah dan mayoritas dari jumlah pekerja itu hanya mendapatkan setengah dari angka tersebut. Artinya, mayoritas para pekerja tersebut hanya mendapatkan upah sebesar Rp 750.000,- per bulan.

Problem kesejahteraan rupanya tidak hanya menimpa para buruh saja, masih banyak pekerja lainnya mengalami hal yang sama. Bahkan bisa jadi lebih pelik dibandingkan para buruh.

Misalnya para petani yang hanya sebagai penggarap, bukan sebagai tuan tanah. Problem kesejahtearaan yang melanda penduduk negeri ini merupakan sebuah masalah besar yang harus segera diselesaikan.

Apabila kita meninjau perhitungan BPS yang berdasarkan pada perhitungan pendapatan per kapita, memang tidak ada yang salah dengan hasil perhitungan mereka. Namun, yang kemudian menjadi salah itu adalah pola perhitungan yang mereka gunakan, yaitu pola perhitungan pendapatan per kapita.

Pola ini adalah pola yang kemudian tidak bisa mendapatkan nominal pasti yang didapatkan setiap pekerja. Kesejahteraan hanya disandarkan pada pendapatan per kapita penduduk negeri ini. Padahal bisa jadi tidak semua orang mendapatkan penghasilan sesuai dengan angka yang didapatkan BPS.

Ini artinya, hanya segelintir orang yang kemudian mendapatkan penghasilan jauh lebih besar dibandingkan penduduk lainnya.

Lebih jauh lagi, kekayaan tidak terdistribusi secara merata dan adil, kekayaan hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil orang. Pola perhitungan seperti ini merupakan konsekuensi logis dari sistem yang diterapkan di negeri yang kaya raya ini, yaitu sistem kapitalisme.

Sistem kapitalisme menetapkan aturan baku seperti itu dalam menentukan kesejahteraan negara yang menerapkannya. Hal ini kian mengindikasikan bahwa kesejahteraan gagal diwujudkan oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme.

Berbagai sistem pernah Indonesia terapkan guna berharap mendapatkan kesejahteraan. Namun, harapan itu hanya sebatas angan-angan belaka.

Sistem yang lebih dekat ke sosialis, kemudian sistem kapitalisme dengan demokrasi orde baru, hingga kapitalisme neo-liberal pasca reformasi disertai dengan berbagai teori pembangunan dan mazhab ekonomi dari setiap sistem itu Indonesia jalankan. Hasilnya? Kesejahteraan hanya sebatas wacana saja.

Masyarakat Indonesia dengan mayoritas kaum muslim sudah seharusnya menyadari ada sistem yang belum pernah mereka coba untuk diterapkan, yaitu sistem dari Sang Pencipta mereka, sistem ekonomi Islam. Islam memandang kesejahteraan adalah hal yang krusial dan harus didapatkan oleh setiap warganya.

Karena Islam memahami bahwa kemiskinan akan mendekatkan kepada kekufuran, sehingga negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam akan terus berupaya guna menjaga keimanan warga negaranya dengan memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Islam memiliki sistem politik ekonomi yang holistik, sistem ini menjamin pemenuhan kebutuhan pokok tiap individu rakyat dan memberi peluang bagi tiap orang untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai dengan kemampuan mereka.

Kebutuhan pokok ini dijamin oleh negara secara sepenuhnya. Kebutuhan pokok ini meliputi: sandang, papan, pangan dan kebutuhan dasar masyarakat. Kebutuhan dasar ini mencakup pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Kebutuhan dasar ini dipenuhi secara langsung oleh negara dengan menggratiskan biaya secara sepenuhnya. Sedangkan untuk kebutuhan pokok, negara menyediakan pemenuhannya dengan tahapan-tahapan tertentu dengan menggunakan mekanisme ekonomi dan non ekonomi.

Dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, Islam mewajibkan agar setiap laki-laki bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Apabila karena suatu hal yang menyebabkan ia tidak bisa bekerja seperti sakit, maka pemenuhan kebutuhan pokoknya ditanggung oleh kerabatnya yang terdekat. Apabila belum terpenuhi juga, maka tanggung jawab itu beralih menjadi tanggung jawab negara.

Ketika Islam memerintahkan kepada laki-laki untuk mencari nafkah, pada saat yang sama negara yang menerapkan sistem Islam harus menyediakan lapangan pekerjaan melalui berbagai proyek pembangunan terutama pekerjaan padat karya.

Secara alami, justru masyarakat akan membuka lapangan kerja sendiri. Di sinilah negara harus menciptakan iklim usaha yang kondusif. Dengan berbagai mekanisme politik ekonomi Islam yang dijalankan negara, kesejahteraan yang didambakan setiap penduduk negeri ini akan bisa terwujud.

Islam mewajibkan negara berperan sebagai pelayan ummat dan mengharuskan negara untuk mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang sederhana dalam aturan, cepat dalam pelayanan, dan profesional.

Sistem ekonomi ini mustahil terwujud di tengah-tengah penerapan sistem kapitalisme yang justru bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu dibutuhkan lingkaran berpikir yang utuh untuk memahami bagaimana sistem ekonomi Islam ini bisa terwujud.

Apabila kita merujuk pada definisi sistem itu sendiri, maka tentu kita akan mendapati bahwasanya sistem ekonomi Islam tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada yang menyertainya. Karena sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur dan saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.

Dengan demikian dibutuhkan seperangkat aturan yang sejalan dengan sistem ekonomi Islam tersebut, yaitu sistem-sistem yang saling berkaitan di bawah sistem pemerintahan Islam.

Sistem pemerintahan Islam yang menyeluruh tentu membutuhkan sebuah institusi yang dapat menaunginya, institusi tersebut tidak lain adalah Khilafah Islamiyyah.

Daulah Khilafah yang kemudian akan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat, baik muslim maupun non muslim. Kesejahteraan buka lagi sekedar wacana dan bukan lagi hanya mimpi.

Namun, ia akan benar-benar dirasakan ketika negara yang menerapkan sistem kapitalisme menanggalkan sistem yang menjadi biang permasalahan di negara ini, dan menggangtinya dengan sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah.

Khilafah yang kemudian akan memberikan kelayakan pada buruh, standar gaji buruh didasarkan pada manfaat tenaga yang diberikan oleh buruh, bukan berdasarkan living cost terendah. Upah yang didapat buruh akan sepadan dengan ketentuan upah yang berlaku di tengah masyarakat.

Walhasil, tidak ada istilah UMR (Upah Minimum Regional) yang ditetapkan kepada para buruh oleh negara. Karena ini yang kemudian akan memberikan ketidakadilan bagi para buruh. Tenaga mereka terus dieksploitasi, sedangkan upah yang didapat tidak sepadan dengan kerja yang mereka lakukan.


Rismayanti Nurjannah, Mahasiswi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia dan Aktivis Famous (Forum Aktivis Mahasiswi Regional Kampus) Bandung
Sumber : Detik

Categories:

Leave a Reply