• RSS
  • Facebook
  • Twitter
Comments





TAPAKTUAN – Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Kabupaten Aceh Selatan, Cut Sazalisma SSTP, menanggapi serius berita tentang eksportir dunia tolak beli minyak pala dari Aceh karena terkontaminasi minyak tanah (mitan) saat processing, sebagaimana diberitakan Serambi, Kamis (14/2) lalu.

Saking seriusnya Kepala Disperindagkop Aceh Selatan itu, ia ajak dua kabidnya, yakni Kabid Perdagangan T Saribunis SE dan Kabid Industri Khairil SH, beserta dua pedagang pengumpul, masing-masing H Syamsuar dan H Maswaldi, serta anggota DPRK Aceh Selatan, Azmir SH untuk mengonfirmasi langsung informasi tersebut ke sejumlah eksportir minyak pala di Medan, Sumatera Utara.

Hasilnya? “Para eksportir minyak pala di Medan mengaku terkejut mendengar informasi tersebut. Mereka katakan bahwa importir dunia tak pernah menolak minyak pala dari Aceh. Bahkan mereka tegaskan para buyers mancanegara sangat meminati dan membutuhkan minyak pala dari Aceh,” jelas Cut Sazalisma dalam konferensi pers yang berlangsung di ruang kerjanya, Senin (18/2).



Ia tambahkan, Pimpinan PT Karimun Kencana Aromatie, Petrus (Arifin), salah satu eksportir minyak atsiri terbesar di Medan, saat dikonfirmasi pihaknya terkait informasi tersebut dengan tegas membantah bahwa buyers mancanegara enggan membeli minyak pala dari Aceh. “Pak Petrus mengaku dunia tak pernah menolak minyak pala Aceh. Mengenai adanya yang terkontaminasi minyak tanah saat processing  dia benarkan, namun hal itu bisa teratasi atau dipisahkan dengan teknologi yang mereka miliki,” jelasnya.

Reaksi pihak Disperindagkop Aceh Selatan dan eksportir minyak pala di Medan itu mencuat setelah Ketua Forum Pala Aceh, Dr Mustafril MSi menyatakan kepada Serambi, Rabu lalu bahwa dalam setahun terakhir sekitar 3 ton minyak pala dari Aceh ditolak beli oleh pasar internasional karena terkontaminasi minyak tanah dalam proses pengolahannya sebelum disuling.

Menurut Cut Sazalisma, jika dunia menolak minyak pala Aceh pastilah akan berpengaruh pada pergerakan harga. Tapi nyatanya hingga saat ini pergerakan harga minyak pala Aceh rata-rata stabil alias tidak terpengaruh isu terkontaminasi minyak tanah.

Lagi pula, kata Cut Sazalisma, minyak pala dari Aceh yang masuk ke perusahaan para eksportir yang berbasis di Medan, diproses kembali dengan teknologi yang mereka punya. “Jadi, zat minyak tanah yang bercampur dengan minyak pala saat processing sudah dipisahkan, sehingga minyak pala yang dikirim mereka itu benar-benar minyak yang sudah murni,” jelasnya.

Dia tambahkan, pengiriman minyak pala ke luar negeri sesuai pula dengan spesifikasi dan permintaan pembeli dari luar negeri. Jika jumlah dan harganya sudah deal  (disepakati), barulah minyak palanya dikirim eksportir dari Medan ke buyers mancanegara. “Jadi bukan minyak yang dibeli dari kita langsung dikirim, melainkan diproses lebih dulu ataupun dimurnikan kembali baru dikirim ke luar. Sehingga, tidak ada istilah minyak pala kita terkontaminasi dengan minyak tanah,” tegas Cut.

Kepala Disperindagkop dan UKM Aceh Selatan ini menegaskan bahwa informasi mengenai dunia tolak minyak pala dari Aceh, itu sama sekali tidak benar. Kepada petani, masyarakat, dan pelaku usaha yang ada di Aceh Selatan, Aceh Barat Daya (Abdya), dan Aceh pada umumnya dia harapkan tidak resah dengan pernyataan Ketua Forum Pala Aceh tersebut. “Namun, tetap perlu ada upaya dari kita semua, termasuk dari para petani untuk mengubah cara-cara prosessing agar tidak lagi menggunakan minyak tanah dalam pengolahan minyak pala,” ujarnya.

Dia sarankan menggunakan cara lain yang mampu menjaga kemurnian minyak pala Aceh. Misalnya, direbus ataupun dikupas dengan pisau. “Bila ini bisa diterapkan oleh petani serta pedagang pengumpul, otomatis mutu minyak pala kita akan tetap lebih baik daripada yang ada sekarang,” tukasnya.

Cut Sazalisma juga mengaku sudah minta klarifikasi pada PT Indesso Aroma, salah satu eksportir minyak atsiri di Jakarta. Melalui email yang diterimanya, kata Cut Sazalisma, PT Indesso Aroma menegaskan bahwa minyak pala yang berasal dari Aceh tidak pernah mereka tolak. “Sebab pengiriman yang dilakukan sudah sesuai dengan spesifikasi dan permintaan buyers mancanegara,” kata Cut

 

Di sisi lain, anggota DPRK Aceh Selatan, Azmir SH menyesalkan statemen yang dikeluarkan Ketua Forum Pala Aceh, Dr Mustafril MSi yang juga dosen Jurusan Teknik Pertanian pada Fakultas Pertanian Unsyiah. “Pernyataan itu sudah memunculkan keresahan yang sangat luar biasa bagi petani pala di Aceh Selatan dan Abdya khususnya.”

Seharusnya, sebelum mengeluarkan statemen melalui media massa, kata Azmir, Dr Mustafril mengkroscek kembali kebenaran dari informasi tersebut, bukan langsung menyampaikannya kepada media massa.

Kadar Mitan dalam Minyak  Pala Sangatlah Kecil
Menindaklanjuti pambicaraan melalui telepon beberapa waktu lalu terkait adanya pemberitaan di media elektronik www.tribunnews.com tentang Dunia Tolak Minyak Pala Aceh, beberapa hal dapat kami sampaikan sebagai berikut:

Hasil pengujian minyak pala dari mitra kami pada bulan November-Desember 2012 menggunakan alat GC atau Gas Chromatography untuk pengujian kemurnian zat tertentu, ditemukan adanya senyawa tridicane.  Senyawa ini terdapat dalam minyak lampu/minyak tanah. Hal ini dikarenakan pada saat proses pemisahan antara biji pala dengan fully (bunga) menggunakan minyak tanah.

Jumlah yang terdeteksi bervariasi dari 215 ppm sampai 2.729,5 ppm. Artinya, dalam satu kemasan drum dengan netto 190 kg terdapat senyawa ini sebesar 0,02% sampai 0,27%.

Senyawa lain yang terdeteksi adalah patchouli alcohol (senyawa ini mestinya terdapat dalam patchouli oil/minyak nilam) sebesar 57,2 ppm sampai 3846 ppm, dalam satu kemasan drum dengan netto 190 kg terdapat senyawa ini sebesar 0,057% sampai 0,38%.

Dengan fasilitas peralatan produksi berteknologi tinggi yang kami miliki, kandungan minyak tanah dan  patchouli alcohol dapat dihilangkan. Dengan teknologi ini pada akhirnya minyak pala yang diproduksi berstandar ekspor, sehingga kemungkinan adanya penolakan produk oleh luar negeri dikarenakan minyak tanah yang terkandung dalam minyak pala, sangatlah kecil.

Namun demikian, kami selalu sharing  edukasi kepada mitra kami di Aceh bahwa senyawa ini tidak diperkenankan berada dalam minyak pala dan selalu kami tekankan untuk memperhatikan pengolahan pascapanen dengan benar. Sampai saat ini kami masih melakukan pembelian minyak pala dari mitra kami.

Pada saat kunjungan/penyuluhan kami ke Tapaktuan dan Blangpidie (bulan Desember 2012) kami berikan masukan kepada pelaku minyak pala agar pemisahan biji dengan fully dilakukan dengan menggunakan air (direndam di air beberapa jam selanjutnya dipisahkan biji dan bunganya).

Penyimpanan kemasan (drum, jeriken) dan alat-alat lainnya yang digunakan untuk minyak pala dan minyak nilam mestilah diberi kode bahkan lebih baik berbeda ruangan, sehingga peluang terkontaminasi ataupun tertukarnya penggunanan kemasan/peralatan tidak terjadi.

Mimbar AS, Staff Departement Buying Bagian Penyuluh dan Riset Llapangan PT Indesso Aroma.

Sumber : Serambi Indonesia

Categories:

Leave a Reply