SINABANG – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 5 Simeulue Tengah kini dalam kondisi memprihatinkan. Bukan saja ruang-ruang kelasnya tak layak pakai, tapi jumlah siswanya pun sangat minim, hanya 15 murid. Kelas 1 empat orang, kelas 2 satu orang, dan kelas tiga sepuluh orang. Sedangkan jumlah gurunya delapan orang plus seorang pegawai tata usaha (TU).
Saat dikunjungi Serambi, Kamis (21/2) kemarin, hanya dua siswa yang hadir ke sekolah, itu pun tak berseragam lengkap. Niat Serambi ingin menanyai kepala SMP negeri tersebut, tapi menurut seorang guru, kepala sekolah tidak masuk, karena sedang sakit.
Sekolah itu terlihat tak punya pustaka. Hanya ada empat ruang kelas yang kondisinya reyot, catnya kusam, atapnya ada yang tiris. Begitupun, meski minim siswa dan fasilitas, pihak sekolah tetap menjalankan kegiatan belajar-mengajar. Guru masuk kelas silih berganti, mengajar sesuai mata pelajaran yang diasuhnya. Tapi sebetulnya guru bidang studi tak tersedia lengkap di sekolah ini.
“Sejumlah mata pelajaran seperti PPKn, agama, bahasa Inggris, biologi, sejarah, penjaskes, dan geografi tidak ada guru bidang studinya,” ungkap Cut, salah seorang guru di sekolah tersebut.
Kondisi minim siswa, fasilitas, dan minim guru itu, menurutnya, sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. “Tapi meskipun serbakurang, kami tetap menjalankan aktivitas seperti biasa,” ujar Cut.
Kondisi seperti itu bukan tak berpengaruh pada minat orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di SMPN 5 Simeulue Tengah. “Karena kondisinya sudah seperti ini, banyak orang tua siswa di sekitar sekolah enggan menyekolahkan anaknya di situ. Mereka lebih memilih sekolah yang siswanya banyak dan tenaga gurunya mencukupi,” kata Cut.
Menurut Cut, persoalan yang melilit sekolah tersebut sudah diketahui Dinas Pendidikan Simeulue. Pihak provinsi pun sudah turun meninjau langsung. Namun, sampai saat ini belum ada bagian gedung sekolah itu yang direhab. Juga belum ada penambahan guru bidang studi.
Ada sejumlah desa yang berdekatan dengan lokasi sekolah tersebut. Misalnya, Desa Sebbeh, Latitik, Lamayang, dan Desa Laure‘e. Namun, seperti diakui Cut, tidak semua orang tua murid menyekolahkan anaknya di sekolah itu. Mereka lebih memilih sekolah yang jumlah siswa dan gurunya lebih banyak walaupun jauh jaraknya.
Sumber : Serambi Indonesia
Categories:
Nanggroe