Pengesahan Qanun Wali Nanggroe oleh DPRA pada hari Jum’at (2/11) lalu, telah menuai pro-kontra dari beragam komunitas di Aceh maupun mancanegara terutama mereka yang berdarah Aceh. Tentunya ada yang mendukung, dan ada juga yang menolak dengan beragam alasannya masing-masing.
Tulisan ini tanpa bermaksud mendukung atau menolak salah satu golongan, tetapi setidaknya saya memiliki satu tawaran konsep “Wali” yang memiliki peranan posisi yang tinggi dalam sistem pemerintahan di Aceh dan memiliki kewibawaan sebagai wali yang sebenarnya, tidak hanya sebagai simbol singa ompong dengan hanya menguntungkan sebagian golongan dan menjadi parasit bagi golongan lainnya.
Categories:
Opini